PENETAPAN Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Jawa-Bali, berakhir esok, Senin (9/8). Presiden Jokowi mengumumkan PPKM Level 4 itu dalam telekonferensi pers di Jakarta, Senin malam (2/8) minggu lalu.
“Pemerintah memutuskan untuk melanjutkan penerapan PPKM level 4 dari tanggal 3 Agustus sampai 9 Agustus 2021 di beberapa kabupaten/kota tertentu,” kata Presiden.
PPKM sebelumnya, menurut Jokowi telah membawa perbaikan dari sisi kasus harian, tingkat kasus aktif, tingkat kesembuhan, dan tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) bagi pasien Covid-19 di rumah sakit. Namun, pergerakannya masih sangat dinamis dan fluktuatif.
“Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan perkembangan beberapa indikator kasus pada minggu ini, pemerintah memutuskan untuk melanjutkan penerapan PPKM Level 4 dari tanggal 3 sampai 9 Agustus 2021 di beberapa kabupaten/kota tertentu, dengan penyesuaian pengaturan aktivitas dan mobilitas masyarakat sesuai kondisi masing-masing daerah,” papar Jokowi dari Istana Kepresidenan, Bogor, Senin itu.
PPKM 4 Periode
PPKM Level 4 yang berlaku 3 sampai 9 Agustus merupakan perpanjangan kedua. Sebelumnya ada PPKM Level 4 yang berlaku pada 26 Juli sampai 2 Agustus. Itu sebelum "bersalin wajah" dari "PPKM Darurat yang berlangsung 26 Juli hingga 2 Agustus. PPKM Darurat sendiri terdiri dari dua periode. Yang pertama 3 sampai 17 Juli. PPKM periode kedua dari 17 sampai 25 Juli.
Pada waktu Presiden mengumumkan PPKM Darurat periode 1 (berlaku 3 sampai 20 Juli ) pada tanggal 1 Juli lalu, begini posisi kasus positif Covid-19:
Update harian Covid-19 hari itu mencatat rekor kasus baru Corona sebanyak 24.836 kasus positif. Sebanyak 9.874 pasien sembuh dan 504 wafat. Sehingga total kasus positif sejak pandemi di Tanah Air (Maret 2020 hingga 1 Juli 2021) mencapai 2.203.108. Sedangkan yang wafat mencapai 58.995 jiwa. Yang tercatat sembuh 1.890.287 orang.
Bagaimana dengan data update tanggal 7 Agustus, atau sekitar 40 hari sejak PPKM Darurat diumumkan Presiden Jokowi?
Update pada hari Sabtu (7/8) ada 31.753 kasus positif. Total kasus positif menjadi 3.639.616. Yang sembuh 3.036.194. Adapun yang meninggal 105.598 jiwa.
Berdasar data terbaru tersebut rasanya seluruh masyarakat masih harus bersabar menunggu keputusan pemerintah untuk mencabut atau melonggarkan PPKM Level 4.
Data terbaru itu berbicara. Terjadi pelonjakan kasus yang signifikan selama 40 hari PPKM. Angka kasus positif misalnya, terjadi penambahan 1.436.508 atau sekitar 60 persen berbanding kasus positif pada 1 Juli. Kasus kematian alami penambahan besar 46.603. Atau sekitar 80 persen berbanding angka kematian pada tanggal 1 Juli.
Adapun angka kesembuhan mengalami penambahan sebanyak 1.145. 913. Atau sekitar 60 persen berbanding jumlah yang sembuh pada tanggal 1 Juli.
Target pemerintah angka kasus positif di bawah 10 ribu belum tercapai. Begitu juga dengan positif rate yang dipatok WHO di bawah 5 persen.
Vaksin Baru 23,3 Persen
Bagaimana dengan instrumen vaksinasi yang dicanangkan Presiden Jokowi 2 juta jiwa perhari? Dengan jumlah itu, diperkirakan target total vaksin 208.265.720 optimis akan cepat dicapai.
Tapi update data vaksin yang diumumumkan Kementerian Kesehatan, Jumat 6 Agustus, target Jokowi 2 juta perhari belum pernah dicapai. Sasaran yang telah divaksinasi 1 sebesar 49.542.688 jiwa. Atau 23.79 persen. Sedangkan total vaksinasi 2 adalah 23.082.021 (11.08 persen). Data itu juga bicara.
Menuntut kerja keras semua pihak untuk bisa mencapai target sasaran vaksin. Dari data Kemenkes itu, jumlah vaksin 1 dan 2 masih sangat senjang. Disebabkan karena adanya interval selama 3 bulan waktu untuk menyuntikkan vaksin 2 terhitung dari saat penyuntikan vaksin 1 dilakukan.
Perlambatan vaksin mencapai target sasaran terjadi karena dua hal. Ketersediaan stock vaksin dan resistensi masyarakat. Di daerah, banyak laporan mengenai penolakan warga divaksin. Dipicu oleh berbagai informasi yang mereka terima. Salah satu, adanya berita kematian warga justru setelah divaksin. Atau warga malah terpapar virus corona setelah menerima vaksin.
Vaksin Bukan Barang Asing
Vaksinasi sebenarnya bukan barang asing bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Vaksinasi sudah kita jalani dari zaman baheula. Kita sudah familiar dengan vaksin sejak kecil. Vaksin cacar, misalnya. Atau vaksin folio yang masih berjalan hingga sekarang. Begitu pun dengan vaksin meningitis, sekali dua tahun bagi yang akan melakukan perjalanan haji atau umrah.
Mengatasi resistensi vaksin, pemerintah barangkali perlu mengubah strategi komunikasi atau penyuluhan ke masyarakat. Soal perlunya vaksin perlu disampaikan secara jujur, terang benderang. Katakan saja, vaksin memang bukan obat cespleng untuk menyembuhkan Covid-19. Vaksin hanya salah satu ikhtiar untuk meredakan atau meringankan gejala berat jika seseorang tertular Covid-19.
WHO sendiri menyebutkan efikasi vaksin Sinovac yang kita pakai hanya sekitar 50-60 %. Artinya, setelah vaksin kita masih wajib taati protokol kesehatan: 3 M atau 5 M. Toh masyarakat tidak dibebani pembayaran sepeser pun.
Hanya DKI Capai Target
Hanya DKI yang tercatat telah mencapai target vaksinasi. Pemprov DKI Jakarta mengumumkan bahwa per 31 Juli 2021, sudah melakukan 7,5 juta vaksinasi Covid-19 dosis pertama. Jumlah ini telah memenuhi target pemerintah pusat, di mana Presiden RI Joko Widodo sebelumnya menargetkan tercapai pada akhir Agustus 2021.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan bahwa selama ini jajarannya tidak melihat asal-usul kewilayahan dalam melakukan vaksinasi.
Maka itu dari total 7,5 juta vaksin Covid-19 dosis pertama di Ibu Kota, kurang lebih 40 persennya merupakan warga ber-KTP luar Jakarta atau sebanyak 3 juta. Rinciannya: terbanyak 1,3 juta warga ber-KTP Jawa Barat, dan 500.000 warga ber-KTP Banten.
“Kita tahu, herd immunity di kota yang sangat terbuka seperti ini tidak akan tercapai bila yang divaksin hanya warga ber-KTP DKI saja. Jadi mobilitas yang tinggi, keterbukaan, mengharuskan kita memvaksin siapa saja yang beraktivitas di Jakarta," kata Anies melalui keterangan video yang disiarkan kanal YouTube Pemprov DKI Jakarta, Sabtu (31/7) lalu.
Melihat kondisi DKI yang sudah membaik banyak yang mengusulkan Ibukota diprioritaskan pelonggaran PPKM.
Saya melihat justru langkah itu amat berbahaya. Mari kita kita kaji dulu tenang-tenang.
DKI memang punya banyak kelebihan dibandingkan provinsi lainnya di Tanah Air. Tetapi kelebihannya itu menjadi sumber kelemahannya.
Kelebihannya, meski berpenduduk besar, tetapi DKI diuntungkan oleh lokasinya yang hanya seluas 661,5 km2. Warganya di seluruh wilayah mudah dijangkau karena saling terhubung oleh pelbagai moda transportasi. Tetapi kelebihan itulah sekaligus kelemahannya. Ibarat kotak korek api, penduduk yang padat seperti pentul korek berjejalan dalam satu kotak. Satu saja terbakar maka satu kotak korek akan terbakar.
Baru bulan lalu Jakarta alami kondisi mengenaskan seperti itu. Jumlah yang terpapar belasan ribu perhari. Fasilitas RS lumpuh, over kapasitas. Jumlah warga wafat yang mengalami peningkatan signifikan, membuat pemakamannya mengalami kesulitan.
Peter Gontha & LBP
Kemarin sore saya membaca status Peter F Gontha di akun FB-nya:
“Saya baru selesai berbincang dengan Pak LBP, nanti sore/petang jam 18.30 akan ada evaluasi dengan Pak LBP mengenai Covid-19. Beliau sampaikan bahwa Jakarta sudah menurun 50 persen. Dari seluruh kasus Covid-19 di Indonesia, Jawa sekarang sudah lebih kecil dari di luar Jawa yaitu <48 (baca: lebih kecil dari 48) persen, luar Jawa >52 (baca: lebih besar dari 52) persen lebih.
Namun demikian pemerintah akan tetap berhati hati, karena jangan sampai kita telah berkorban dan pemerintah sudah kerja keras selama 45 hari kemudian semua percuma karena kita buka terburu-buru dan harus LOCK DOWN lagi. Evaluasi akan dilakukan selama 3-5 hari kedepan, kita harapkan mendapatkan berita positif mengenai pelonggaran PPKM,” tulis Peter.
LBP yang dimaksud adalah Luhut Binsar Panjaitan, Koordinator PPKM Jawa-Bali. Minggu lalu, Peter yang merupakan sahabat baik saya menyentil karena dalam beberapa tulisan saya menyentil LBP, sahabat kental Peter.
“Jangan dong, Pak. Kasihan Pak LBP, dia orang mau kerja,” pinta Peter.
Sekarang, saya mengapresiasi Pak LBP. Bukan lantaran imbauan Peter, melainkan karena Pak LBP sudah rasional menghadapi pandemi. Tidak jumawa lagi seperti sebelumnya. Siap, Jendral. Hasil 40 hari PPKM, memang tidak baik-baik saja.
Penulis adalah Ketua Dewan Kehormatan PWI