Berita

JMSI Bali Sebut RUU Penyiaran Produk Hukum Yang Lucu dan Konyol

Laporan: Tim Redaksi JMSI
KOMENTAR
post image

Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Bali Nyoman Ady Irawan menyebut Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran merupakan produk yang lucu.

Ady menilai RUU revisi UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran itu mengandung pasal kontradiktif dan inkonsisten. Salah satunya pasal yang melarang penayangan liputan investigasi.

Berita Terkait


”Pasal-pasal dalam RUU ini kontradiktif dan inkonsisten. Di satu pasal disebutkan bahwa penyiaran berfungsi sebagai media kontrol social, tapi di pasal lain penayangan jurnalistik investigasi dilarang. Jadi ini lucu. Mereka ini tidak paham atau pura-pura bodoh. Kontrol sosial oleh pers itu dilakukan melalui kerja jurnalistik investigatif. Bukan liputan seremonial,” ujar Ady di sela-sela aksi demo jurnalis dan masyarakat menolak revisi RUU Penyiaran di Kantor DPRD Provinsi Bali, Selasa (28/5).

Lebih lanjut Ady mengemukakan pasal yang melarang penayangan jurnalistik investigasi sebagai bentuk pembungkaman kebebasan pers dilakukan para penghianat demokrasi. ”Pasal pelarangan penayangan jurnalistik investigasi dalam RUU itu adalah pasal konyol. Siapapun yang menyusupkan pasal itu dalam RUU ini kita yakin mereka adalah pihak-pihak penghianat demokrasi,” tegasnya.

Atas dasar kekhawatiran ini, Ady menyatakan aliansi pers dan masyarakat melakukan aksi damai menolak pasal-pasal yang bertendensi mengekang kebebasan pers dalam RUU tersebut.

”Kita hadir di sini menunjukkan kepada para wakil rakyat kita menolak pengekangan kemerdekaan pers dalam RUU Penyiaran,” pungkasnya.

Sementara itu, Sekretaris Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Provinsi Bali, Ambros Boli Berani mengungkapkan revisi RUU penyiaran membuat jurnalis menjadi macan ompong. Salah satu pasal dalam draf RUU tersebut, tepatnya pada Pasal 50 B ayat 2 huruf c mengatur tentang larangan penayangan berita investigasi dan liputan eksklusif.

“Liputan investigasi dan eksklusif itu menjadi mahkotanya jurnalis. Karena hasil liputan mendalam, membutuhkan biaya besar dan waktu lama. Apalagi, tidak hanya siaran investigasi tapi eksklusif pun dilarang kita jadi macan ompong,” ucap Ambros.

Ambros mengatakan pelarangan menayangkan liputan investigasi bertentangan dengan UU 40/1999 tentang Pers.

”Saya tidak mengerti, katanya RUU harmonisasi ini dimasukkan pasal itu, (Pasal 50 B ayat 2 huruf c ). Ini kan mau dibahas DPR tanggal 29 Mei mendatang. Kalau RUU Penyiaran ini disahkan September maka selamat datang orde baru,” pungkasnya.

 

Foto Lainnya

JMSI Dorong Unila Jadi Lembaga Uji Kompetensi Wartawan

Sebelumnya

Indeks Kebebasan Pers Tahun 2023 Menurun, JMSI Minta Ada Treatment Khusus

Berikutnya

Artikel Berita